JOMBANG | optimistv.co.id – Rudi Suprianto, Kepala Bidang Pemeriksa Bea dan Cukai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Wilayah Kerja Kediri mengajak masyarakat untuk waspada terhadap peredaran rokok ilegal.
Peredaran rokok ilegal terbukti merugikan negara dari sisi pajak, mengancam keberlangsungan pekerja (buruh) di perusahaan rokok, karena kesejahteraan (upah) tidak bisa naik sesuai ketentuan, bahkan pekerja bisa terancam PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) akibat risiko sanksi perusahaan.
“Yang paling dirugikan adalah warga masyarakat konsumen, karena bisa membahayakan kesehatan. Sebab itu, mari kita perangi. Kita gempur peredaran rokok ilegal di wilayah kita. Segera lapor atau hubungan ke nomor 081-335-672-009, atau bisa langsung buka Instagram. Lapor melalui media sosial milik Bea Cukai, klik langsung muncul, bisa menyampaikan informasinya,” kata Kabid yang membawahi wilker Kota/Kab. Kediri, Kabupaten Jombang dan Kabupaten Nganjuk ini.
Perihal tersebut disampaikan Rudi Suprianto dihadapan warga Desa Ngudirejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Kamis (2/9/2021) yang hadir sebagai peserta kegiatan Sosialisasi Ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Cukai, yang digelar oleh Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kabupaten Jombang.
Sosialiasai berlangsung dialogis dengan adanya beberapa pertanyaan warga seputar ketentuan/peraturan, kerugian, sanksi dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Lantarno, Kepala Desa Ngudirejo di Balai Dese setemoat serius mendampingi warga hingga acara usai.
Lantarno (berkopyah), Kades Ngudirejo saat wawancara dengan awak media.
Kades menyambut baik kegiatan tersebut, karena kegiatan bisa memberikan edukasi bagi warga. Yang semula tidak mengetahui mana jenis barang yang kena cukai, bagaimana beda cukai ilegal dan cukai yang benar, sekarang warga bisa memahami. Hal ini terlihat dari respon warga saat berdialog dengan petugas. “Sosialisasi ini sangat membantu bagi warga yang sangat awam,” ujarnya.
Dihadapan peserta, Zainur Rofiq, staf Rudi Suprianto mengatakan, tujuan sosialisasi ini untuk memberikan edukasi atas rokok ilegal, agar masyarakat memahami ketentuan perundang-undangan tentang Barang Kena Cukai (BKC).
Disampaikan oleh Zainur, Barang Kena Cukai meliputi: (1) Etil alkohol (EA) atau Etanol, secara umum dikenal sebagai, alkohol. (2) Minuman yang mengandung etil alkohol (MME), dikenal dengan istilah minuman keras/miras, (3) Hasil tembakau, meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dalam sehari-hari dikenal sebagai rokok.
“Berbagai jenis barang kena cukai tersebut peredarannya diawasi dan wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan Nomor 11 tahun 1995 Jo UU No.39 Tahun 2007 tentang Cukai,” tukasnya.
Kategori rokok ilegal katanya, yaitu rokok yang diedarkan, dijual atau ditawarkan tidak dilekati pita cukai, dikenal dengan istilah rokok polos/putihan. Rokok yang diedarkan dari produksi pabrik yang belum mempunyai NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai).
Rokok yang diedarkan, dijual atau ditawarkan dilekati pita cukai, namun pita cukainya: palsu atau dipalsukan, sudah pernah dipakai (bekas), tidak sesuai ketentuan peruntukkannya, misalnya pita cukai untuk rokok golongan SKT (sigaret kretek tangan) tapi dilekatkan pada rokok dengan golongan SKM (sigaret kretek mesin) sehingga tidak sesuai tarif cukainya.
“Selain itu, ada rokok tidak sesuai personalisasinya. Misalnya, pita cukai untuk perusahaan A tapi digunakan untuk perusahaan B,” ujarnya.
“Setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai: pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan; importir BKC; panyalur; atau pengusaha TPE (Tempat Penjualan Eceran), wajib memiliki izin berupa NPPBKC,” tandas Rudi Suprianto.
Barang Kena Cukai mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, karena itu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Warga Desa Ngudirejo secara seksama mengikuti sosialisasi yang disampaikan petugas hingga selesai.
Menurutnya, aspek yang harus diperhatikan dalam penerapan BKC diantaranya, pengenaan cukai sebagai upaya pengendalian konsumsi untuk mendukung RPJMN melalui penurunan prevalensi merokok, khususnya usia 10-18 tahun yang ditargetkan menjadi 8,7% di tahun 2024.
Mempertimbangan sektor tenaga kerja atas hasil tembakau terdapat 158.552 pekerja langsung pada tahun 2017 lalu. Selain itu, juga terdapat 526.389 KK (setara 2,6 juta orang) yang terlibat dalam sektor pertanian tembakau pada tahun 2020 di Indonesia. Sedangkan target penerimaan negara dari cukai untuk mendukung pembangunan nasional tahun 2021 ini ditargetkan Rp 173,78 trilyun.
Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau Wilker Kediri tahun 2021 ditargetkan bervariasi. Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 581.368.785.000, Kota Kediri Rp. 66.109.242.000, Kabupaten Kediri Rp. 41.302.094.000, Kabupaten Jombang Rp. 37.401.427.000, dan Kabupaten Nganjuk Rp. 22.411.508.000.
Pemanfaatan alokasi dana tersebut untuk mendukung program bantuan bibit dan sarana produksi tembakau, pelatihan peningkatan kualitas budidaya tembakau, program kemitraan antara petani tembakau dan perusahaan mitra. Selain itu, dukungan program lingkungan sosial berupa BLT bagi buruh tani tembakau dan buruh pabrik rokok.
Dalam bidang kesehatan sebesar 25% meliputi bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN), peningkatan kesehatan angka prevalensi stunting dan upaya penanganan pandemi Covid-19, dan pengadaan/pemeliharaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan dan layanan, tutup Rudi Suprianto.
Reporter : Budi