MOJOKERTO (OPTIMIS) – Organisasi Paguyuban Arek Jawa Timur (Pagar Jati) yang kantornya berpusat di Banjarsari Desa, Kedunglengkong Dlanggu, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur, secara resmi melaporkan dugaan mafia tanah ke Ditreskrimum Polda Jawa Timur, Senin (25/4).
Ketua Pagar Jati, Hadi Purwanto, ST., SH, di markasnya mengatakan, laporan tersebut dimaksudkan untuk menegakkan supremasi hukum dan memperjuangkan nasib rakyat kecil yang tertindas, akibat korban janji manis, utamanya bagi para petani yang ada di Dusun Kaliputih, Desa Kebonagung,
Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto. Laporan ke Polda Jawa Timur ini langsung dipimpin oleh Sekjendnya.
Pria yang akrab disapa Mas Hadi ini menjelaskan, bahwa unsur subjektif dan unsur objektif dalam perkara ini sudah sangat jelas, didukung dengan beberapa barang bukti yang cukup kuat.
“Unsur pidana dalam perkara ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 152 dan Pasal 162 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman sudah cukup jelas. Barang bukti sudah cukup kuat. Sudah sangat layak Polda Jawa Timur untuk segera mengungkap perkara ini dan segera menetapkan tersangkanya,” tuturnya.
Mas Hadi juga menjelaskan, perkara ini bermula dari peran Kadus Kaliputih DTK yang berniat untuk membeli tiga lahan petani, yaitu lahan milik Pak Reso, Bu Fatimah dan Ibu Supeni. Pada 13 Januari 2022, Kadus DTK membayar Rp 50 juta sebagai tanda jadi pembelian lahan kepada masing-masing petani.
Menurutnya, sesuai dengan janji DTK yang tertuang dalam kuitansi menyatakan bahwa pembayaran kedua sebesar Rp 200 juta kepada masing-masing petani akan dilaksanakan pada 13 Februari 2022. Da selanjutnya pembayaran ketiga sebesar Rp 200 juta pada 13 April 2022. Sisa pelunasan akan dibayarkan pada akhir bulan Juni 2022. Akan tetapi janji Kadus DTK sebagaimana dimaksud dalam kuitansi itu sampai hari ini tidak pernah ditepati.
“Kadus DTK bertindak sendiri telah bekerjasama dengan Pengusaha MR dan PT BBA untuk melakukan pengkavelingan 3 lahan petani tersebut, kemudian menjual kaveling-kaveling ini kepada masyarakat umum dengan berbagai macam harga tanpa mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan pembayaran 3 lahan petani ini,” ucap Mas Hadi dengan mimik serius
Mas Hadi juga menerangkan kronologinya, bahwa saat itu Kadus DTK, PT BBA dan MR juga menjanjikan kompensasi kepada lingkungan masyarakat Dusun Kaliputih sebesar Rp 150 juta, akan tetapi hingga saat ini kompensasi lingkungan tersebut tidak pernah terbayarkan.
“Bahkan beberapa kali mediasi untuk musyawarah terkait permasalahan ini juga tidak menyadarkan pihak Kadus DTK dan para mafia tanah lainnya untuk segera menyelesaikan kewajibannya kepada 3 petani pemilik lahan dan membayar kompensasi lingkungan. Jadi kami menilai bahwa perbuatan Kadus DTK dan mafia tanah lainnya sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Mereka layak mendapatkan hukuman yang setimpal. Mereka telah mendzalimi hak-hak petani dan kerukunan lingkungan masyarakat Dusun Kaliputih,” ucapnya.
Mas Hadi yang kerap menularkan kajian ilmu pengetahuanya tentang hukum pada anggotanya ini juga menjelaskan, bahwa Pasal 154 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman sudah tegas menyatakan, bahwa setiap orang yang menjual satuan lingkungan perumahan atau Lisiba yang belum menyelesaikan status hak atas tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sedangkan dalam Pasal 162 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman sudah cukup jelas menyatakan bahwa dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), Badan Hukum yang menjual satuan permukiman yang belum menyelesaikan status hak atas tanah lingkungan hunian atau Lisiba, dilarang menjual satuan permukiman atau membangun lisiba yang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah.
Selain pidana, bagi badan hukum sebagaimana dimaksud pengurus badan hukum dapat dijatuhi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
“Dalam perkara ini jelas Kadus DTK, MR dan PT BBA telah menjual lahan kaveling tanpa terlebih dahulu menyelesaikan status hak atas tanah lingkungan hunian kepada tiga petani Kaliputih tersebut. Selain itu PT BBA juga telah melakukan penjualan tanah kaveling tanpa rumah dengan bantuan Notaris Mojosari JIT,” ulasnya.
Sementara itu, Sekjen Pagar Jati, Kayat Begawan, SH mengatakan, pihaknya secara resmi telah melaporkan PT BBA, Notaris JIT dan Pengusaha MR serta Kadus DTK terkait dugaan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 dan Pasal 162 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Kepada para wartawan, Kayat menjelaskan, dalam perkara ini ada tiga lahan milik petani Dusun Kaliputih, Desa Kebonagung, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, yang diduga dijadikan objek perdagangan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab.
“Sebab ada tiga lahan petani Kaliputih yang dijadikan objek perdagangan para mafia tanah dalam perkara ini. Lahan itu milik Pak Reso, dengan luas tanah 2.450 m2, Ibu Fatimah, dengan luas tanah 2.490 m2 dan Ibu Supeni, dengan luas tanah 2.470 m2. Para petani dijanjikan oleh para dibayar lunas, namun nyatanya hanya dibayar uang muka Rp 50.000.000,- pada 13 Januari 2022,” katanya.
Kayat juga menjelaskan, karena sampai hari ini tidak ada itikad pembayaran dari PT BBA. Padahal PT BBA dan MR serta Kadus DTK nyata-nyata telah melakukan jual beli kaveling kepada masyarakat umum melalui Notaris JIK Mojosari, akhirnya korban mengadukan nasibnya kepada Pagar Jati.
Masih menurut Kayat, apa yang dilakukan oleh para mafia tanah ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Pihaknya bersama Pagar Jati berjanji akan mengawal terus perkara ini hingga tuntas, sehingga rasa keadilan dan hak-hak petani yang dirugikan bisa diwujudkan lagi.
“Dalam perkara ini, Kami akan terus mengawalnya hingga tuntas. Kami sangat berharap, semoga Kapolda Jawa Timur dan jajarannya segera bisa mengungkap perkara ini, dan dalam waktu sesingkatnya dapat menangkap para tersangka yang nyata-nyata telah mendzalimi hak-hak para petani,” lanjut mantan Caleg Partai Demokrat asal Dawarblandong ini.
Reporter : Ririn Fadlilah