Petani Garam Sampang Bangkit, Desak PT Garam Kembalikan Lahan Warisan Leluhur

SAMPANG, mediabrantas.id – Gelombang protes mengguncang kantor PT Garam pada Senin (15/7). Ratusan petani garam yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Peduli Sampang (AMPAS) mendesak pengembalian lahan seluas 16.000 hektare yang mereka klaim sebagai tanah adat dan warisan leluhur.

Dalam aksi yang berlangsung damai namun penuh semangat itu, para petani menyuarakan keresahan mendalam atas dominasi PT Garam terhadap tambak garam di wilayahnya. Mereka menuding perusahaan pelat merah tersebut telah memonopoli lahan dan menjadikan masyarakat lokal sebagai pekerja tanpa hak kelola yang layak.

“Kami bukan buruh di tanah orang lain. Ini tanah nenek moyang kami. Tapi sekarang kami hanya jadi kuli di kampung sendiri,” tegas Agus, Koordinator AMPAS, di tengah orasi.

Menurut Agus, lahan-lahan tersebut dahulu dikelola turun-temurun oleh masyarakat. Namun sejak dikuasai PT Garam, warga hanya diperbolehkan bekerja sebagai tenaga harian, tanpa akses terhadap keuntungan, keterlibatan dalam pengelolaan, atau kejelasan status hukum tanah.

Baca Juga:  Pemdes Barunggagah Fokuskan DD untuk Perkuat Ketahanan Pangan Melalui BUMDes

 

Tuntut Transparansi dan Keadilan Agraria

AMPAS menilai PT Garam telah melanggar prinsip keadilan agraria dengan mengelola lahan secara eksklusif dan tertutup. Mereka menuntut tiga hal utama: pengembalian hak kelola kepada rakyat, keterbukaan dokumen pengelolaan lahan, dan penghentian praktik-praktik yang dianggap merugikan petani lokal.

Salah satu petani, Muksin, mengaku bekerja keras di tambak milik PT Garam tanpa jaminan kerja maupun hak kepemilikan.

“Upah kami harian, tidak ada kepastian. Kami hanya disuruh kerja, tapi tidak punya hak bicara,” ujarnya.

 

PT Garam Dinilai Menghindar

Kekecewaan massa memuncak ketika pimpinan utama PT Garam tidak hadir untuk berdialog langsung.

“Ini bentuk ketidakseriusan mereka. Jika aspirasi kami terus diabaikan, kami akan duduki lahan itu!” seru Agus dalam pernyataan tegas.

Pihak PT Garam, melalui Manager Corporate Communication Miftahul Arifin, merespons bahwa pengelolaan lahan sudah sesuai prosedur. Ia juga menyatakan bahwa sistem sewa yang lama telah dihentikan demi efisiensi dan peningkatan produksi nasional.

Baca Juga:  Transparansi PT Garam Dipertanyakan

Namun, jawaban itu dianggap normatif dan tidak menyentuh persoalan mendasar. AMPAS tetap bersikukuh bahwa perjuangan belum usai.

“Kami tidak menolak PT Garam. Tapi tanah ini harus kembali ke tangan rakyat. Bukan segelintir elite yang duduk di belakang meja,” pungkas Agus. (Hadi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *