PROBOLINGGO (OPTIMIS) – Kantor BPN Kota Probolinggo memenuhi permohonan DPD Lira Probolinggo untuk audensi dengan berbagai pihak terkait sengketa tanah yang dihuni warga RT 1, RW 16, Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.
Dalam audensi tersebut BPN Kota Probolinggo mengundang Camat Kanigaran, Lurah Kebonsari, Kepala Dinas PUPR, Ketua DPD LIRA Kota Probolinggo, LSM GMAS Kota Probolinggo, RT 1 dan RW16 mewakili penghuni lahan yang disengketakan.
Ketika dimulai, pihak penyelenggara menyampaikan bahwasanya audensi yang dilaksanakan hari Kamis, 9 Juni 2022 itu hanya boleh diikuti oleh para pihak yang tercantum dalam undangan, selebihnya dipersilahkan keluar.
Hal itu dilakukan karena ada beberapa pihak tidak menginginkan audensi ini diliput oleh media, sehingga beberapa wartawan yang hadir dipersilahkan keluar. Meski sempat bersitegang dengan petugas BPN karena melarang wartawan melakukan liputan, namun akhirnya ketegangan tersebut bisa diatasi.
Seperti diketahui, tanah yang ditempati warga RT 1 RW 16, Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo ini sampai sekarang diklaim sebagai aset Pemkot Kota Probolinggo.
Menurut keterangan Yusron Sumartono, Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah melalui surat kepada DPD LSM LIRA Kota Probolinggo, tertanggal 31 Desember 2021, disebutkan bahwa tanah tersebut berdasarkan Undang-Undang adalah milik Dinas Pengairan atau Dinas PUPR Perkim.
Audensi kali ini tidak lepas dari warga sebelumnya melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat) di DPRD Kota Probolinggo. Selanjutnya, ditindaklanjuti dengan mengirim surat audensi kepada pihak BPN (Badan Pertanahan Negara) Kota Probolinggo yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk Kelurahan Jati.
Sementara itu Gandum, Kepala Seksi Survey dan Pengukuran BPN kepada Optimis menyampaikan, sampai detik ini status tanah tersebut masih berbunyi tanah negara. Pihaknya menyarankan agar yang bersangkutan mengikuti mekanismenya terlebih dahulu melalui tiga tahapan untuk permohonan hak atas tanah dimaksud.
“Jadi intinya begini, pada konteks layanan permohonan hak tanah, karena ada tahapan layanan, namanya layanan permohonan atas hak tanah. Karena status tanahnya hak negara, sehingga sesuai dengan mekanisme yang harus dilalui” ujarnya, Kamis (9/6/2022).
Menurut Gandum, tiga tahapan layanan sampai terbit sertifikat, yang pertama, tahapan pengukuran, kedua, tahapan permohonan SHM (Sertifikat Hak Milik), dan yang ketiga, permohonan SHM menjadi sertifikat.
“Mekanisme ini tidak bisa kita ingkari. Kita lalui dengan mekanisme. Kita sarankan kepada pihak pemohon untuk menjalani tahapan pertama lebih dulu. Sdangkan mengenai waktu, tergantung pemohon,” pungkasnya.
Secara terpisah, Ketua LSM Lira, Agung Safri mengatakan, pihaknya akan melaksanakan mekanisme tiga tahapan itu secepatnya.
“Pendaftaran kita lakukan dari awal dan pengukuran, baru proses sertifikat. Kendala apa di belakang kita ikuti. Biar diproses secara normatif agar cepat selesai,” ujarnya.
Reporter : Nanang