MOJOKERTO, mediabrantas.id –
Kasus pelemparan batu yang diwarnai perusak alat berat excavator ( Bego ) dan dugaan adanya penganiayaan kepada operator bego Muhammad Aris yang terjadi di Dusun Sawoan Desa Sawo Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto beberapa waktu lalu ternyata masih terus berlanjut.
Tidak puas dengan laporan ke Polres Mojokerto, kini Rizki Id’har Anwar, Direktur CV. RF Bersaudara telah resmi melaporkan tiga oknum dari LSM SRI serta beberapa warga Dusun Sawoan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur, Selasa(15/10/2024).
Laporan ini ditegaskan oleh Direktur LBH Djawa Dwipa Hadi Purwanto SH ST yang akrab disapa Hadi Gerung yang diberi kuasa penuh atas berbagai insiden yang terjadi di area jalan masuk lokasi galian C di Dusun Sawoan tersebut.
Menurut Hadi Gerung, bahwa Langkah ini diambil setelah terjadi insiden kekerasan yang melibatkan warga dan pekerja perusahaan tambang milik Rizki di Dusun Sawoan Desa Sawo , Kecamatan Kutorejo pada 13 September 2024 lalu yang mengakibatkan berbagai kerugian dan korban kekerasan fisik yang diduga dilakukan warga setempat terhadap Muhammad Aris.
Dalam Konferensi Pers nya Hadi Gerung menjelaskan bahwa pihaknya mengambil langkah hukum setelah beberapa pekerja perusahaan menjadi korban aksi kekerasan yang diduga diprovokasi oleh LSM SRI dan warga setempat.
Padahal saat itu kata Hadi Gerung, Peristiwa Kekerasan tersebut terjadi ketika Muhammad Aris, operator alat berat/excavator, sedang bekerja di lahan perusahaan untuk melakukan penataan dan perbaikan jalan. ” Saudara Aris mengalami serangan fisik berupa pelemparan batu, pencekikan, serta ancaman akan dibakar dan dibunuh oleh sekelompok warga yang dipimpin oleh tiga oknum dari LSM SRI, ” ucap Hadi Gerung saat ditemui media ini di kantor nya di Desa Kedunglengkong Dlanggu.
Selain itu, warga juga menutup jalan dengan
memasang penghadang dari bambu di sekitar lokasi tambang, dan Tindakan mereka sudah tidak bisa ditoleransi lagi.
Dan Hadi Gerung juga menyatakan bahwa CV. RF Bersaudara telah memperoleh izin usaha pertambangan (IUP) yang sah sejak 26 September 2023. Oleh karena itu, aktivitas tambang yang dilakukan di Dusun Sawoan legal dan sesuai dengan aturan pemerintah.
LSM SRI Diduga Memprovokasi Warga. ” Ketiga oknum LSM yang dilaporkan, yakni Mar, Dian, dan Susan, bersama seorang warga bernama Soul Brewok, diduga sebagai dalang intelektual di balik kerusuhan tersebut, ” sebut Hadi Gerung.
Menurut Hadi Gerung, bahwa LSM SRI saat itu telah memprovokasi warga untuk melakukan aksi anarkis yang merugikan perusahaan serta pekerjanya.
“Kami sangat prihatin dengan sikap LSM ini. Seharusnya mereka memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa kegiatan tambang yang dilakukan oleh CV. RF Bersaudara sudah legal, bukan malah memprovokasi dan menyulut emosi warga,” kecan Hadi Gerung.
Dilain pihak , Hadi Gerung juga menyinggung bahwa LSM tersebut terkesan pilih-pilih dalam menangani isu lingkungan. Menurutnya, di desa tempat LSM SRI beralamat, justru banyak tambang ilegal yang dibiarkan beroperasi, kenapa tidak diusik.
Hadi Gerung juga menyayangkan bahwa warga Dusun Sawoan telah terpengaruh oleh provokasi LSM tersebut, sehingga mereka rela terlibat dalam aksi kekerasan dan penghadangan alat berat. Ia berharap warga lebih bijak dalam menanggapi isu-isu seperti ini, serta tidak mudah termakan propaganda yang merugikan diri mereka sendiri. ” Sedangkan
Tuduhan Hukum yang Dilayangkan
Dalam laporan yang diajukan ke Polda Jatim, para terlapor dijerat dengan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 terkait Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP dianggap melakukan tindak pidana. Mereka juga dijerat dengan Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan bersama-sama melakukan tindak pidana, ” lanjut Hadi Gerung.
Dilain pihak
Advokat Eko Putro Sodiq, S.H., yang memimpin tim advokasi LBH Djawa Dwipa, menegaskan bahwa tidak ada ruang maaf bagi para pelaku.
Advokat yang akrab disapa Pak Eko itu menyatakan bahwa perbuatan terlapor itu sudah mengarah pada tindakan anarkis yang membahayakan keselamatan pekerja.
Untuk itu Pak Eko menyebutkan bahwa tindak pidana tersebut jelas terlihat dalam Pasal 162, di mana setiap upaya untuk merintangi kegiatan pertambangan yang sah dapat dipidana.
Fakta-Fakta Kekerasan yang Terjadi.
Pak Eko juga memaparkan beberapa fakta penting yang menjadi dasar laporan polisi tersebut. Pertama, para terlapor diduga melakukan kekerasan fisik terhadap Muhammad Aris, operator alat berat KOBELCO SK200-10, dengan melemparinya menggunakan batu dan batu bata, serta mencekik lehernya. ” Mereka juga mengancam akan membakar dan membunuh Aris jika ia tidak menghentikan pekerjaannya, dan
Kedua, kelompok warga dan oknum LSM ini membuat penghalang di jalan milik perusahaan dengan memasang bambu-bambu yang ditancapkan di tengah jalan, guna menghalangi masuknya alat berat ke lokasi kerja. Ketiga, mereka juga memasang sejumlah spanduk di sekitar lokasi tambang yang berisi pesan bahwa kegiatan perusahaan merusak lingkungan, ” kecam Advokat Eko.
Untuk itu Advokat Eko sangat i optimis dapat memperjuangkan keadilan bagi kliennya tersebut. ” Aksi kekerasan yang mereka lakukan jelas melanggar hukum, dan kami berharap pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan,” pinta Pak Eko.
Sementara itu , Sumartik, Ketua LSM Srikandi (Serikat Konservasi Lingkungan Hidup), yang dikonfirmasi para wartawan membantah semua tuduhan yang dilayangkan terhadap dirinya dan warga Desa Sawo.
Dalam keterangannya kepada media, Sumartik menegaskan bahwa tidak ada warga yang melakukan tindakan anarkis seperti yang dituduhkan oleh pihak perusahaan. Ia mengaku bahwa warga memang menolak keberadaan galian tambang di dusun mereka, namun tidak ada aksi kekerasan atau pengancaman terhadap operator alat berat.
“Tidak ada yang mencekik operator atau mengancam membakarnya. Warga hanya menyuruh mereka pergi karena tidak setuju dengan adanya tambang di wilayah ini,” jelas Sumartik.
Ia juga membantah bahwa dirinya berperan sebagai provokator dalam aksi tersebut. Menurut Sumartik, pada saat kejadian ia tidak berada di lokasi.
“Saya tidak ada di sana saat kejadian. Warga bisa memastikan bahwa saya tidak terlibat langsung dalam aksi itu,” tegasnya.( Ton )