BANYUWANGI, optimistv.co.id – DPRD Banyuwangi gelar hearing terkait adanya dugaan tabrak aturan pada proyek pembangunan pertashop di Tanah Kas Desa (TKD) Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng. Dalam hearing dipimpin oleh ketua komisi I DPRD Banyuwangi, dan dihadiri oleh LSM, tokoh masyarakat dan unsur pemerintahan desa yang terkait.
Irianto, selaku ketua komisi I DPRD Banyuwangi, mengatakan kepada awak media, setelah mendengar keterangan dan data dari para peserta Hearing, pihaknya menyimpulkan bahwa persoalan itu timbul karena adanya miskomunikasi. “Karena di Desa Genteng Kulon, ternyata regulasinya ternyata telah dilalui mulai dengan pramusdes, musdes (Musyawarah Desa). Dan hasil keputusan musdes adalah kekuatan tertinggi.Terkait keuangan hasil kerjasama, masuknya sudah jelas di kas desa,” jelasnya(11/7).
Masih Irianto, pihaknya meyakini persoalan itu bisa diselesaikan dengan cara yang baik.
“Saya yakin, ini bisa diselesaikan dengan cara yang baik demi kebaikan Banyuwangi. Karena prinsip yang kami lihat tadi, pemerintahan desa ingin meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar GNI,” Ujarnya.
“Terkait sumber keuangan itu bagaimana, saya juga belum dapat cantolan payung hukum atau nomenkelaturnya bagaimana, terkait pendapatan bisa juga diperoleh masyarakat dengan menggunakan pola membikin usaha kecil,” tambahnya.
Di kesempatan yang sama, Supandi, selaku
Kepala Desa Genteng Kulon, mengatakan jika sebelumnya telah dilakukan perundingan dengan pengusaha pertashop, karena disitu ada nilai kerjasama yang menguntungkan bagi Desa, maka pengusaha mengajukan pada Desa.
Pengusaha mengajukan pada Desa, dan dilakukan beberapa kali musdes, karena masyarakat sepakat dan musdes juga sudah sesuai regulasinya, maka dilakukan kerjasama. Pengusaha menjual pertamax dan pertalite, sedangkan desa menjual oli dan sewa batu baterai listrik dan untuk bentuk kerjasamanya.
Disini pengusaha memberikan masukan senilai Rp.15 juta pertahun, yang langsung diberikan sejumlah Rp.75 juta untuk lima tahun,” Ungkap Supandi Lanjut Supandi, Sedangkan uangnya digunakan untuk kesejahteraan dan kepentingan masyarakat.
Diantaranya untuk pembangunan lapak pujasera untuk disewakan atau pembangunan gedung kegiatan masyarakat, serta pembenahan tempat PDS (tempat penjualan sepeda motor) dan lapak untuk digunakan penjualan onderdil,” terangnya
Bahkan menurut Supandi, perbaikan saluran drainase yang dilaporkan pengerusakan itu sudah mendapat rekom dari dinas PU.
“Untuk uangnya sampai sekarang masih ada pada rekening desa/APBDes, bukan dipegang kepala desa,” jelasnya.
Dilain sisi, perwakilan dari LSM, Ropik Azmi menganggap hasil dari hearing itu tidak membuat puas baginya. “Saya dapatkan dari hearing ini belum ada kesimpulan dan belum puas. Ada beberapa pelanggaran secara nyata telah diabaikan dan semuanya di toleransi termasuk belum ada IMB (red:Persetujuan Bangunan Gedung/PBG), maupun adanya analisa dampak lingkungan (amdal) lalin, dan pengerusakan. Bila ada kerjasama mestinya ada appraisial penilai, uji kelayakan dengan regulasi yang benar,” ujarnya.
Hasil hearing, menurut Ropik cuman permakluman, disini hanya memunculkan kesalahan, jadi hearing ini semacam formalitas saja, dan waktu untuknya seakan dibatasi. Lanjutnya, terkait dengan temuan dan data yang saya dapat, kami akan lakukan pelaporan perbuatan pengrusakan trotoar kepada Kepolisian.
Kejadian pembongkaran di tanggal 20 Juni, langsung saya laporkan kepada dinas PU, dan di hari minggunya dapat teguran oleh pihak PU. Setelah kejadian itu kades baru melakukan permohonan perijinan untuk pembangunan trotoar, yang mestinya, secara teknis harus ada hasil kaji,” pungkasnya.
Reporter: Amarta