dr. Intan Tegaskan Kusta Bukan Kutukan

SAMPANG, mediabrantas.id – Suara kritis muncul dari lapangan kesehatan akar rumput. Kepala Puskesmas Kamoning, dr. Intan, menyampaikan penjelasan tegas soal penyakit kusta yang selama ini dibalut stigma dan ketakutan di tengah masyarakat. Di tengah arus informasi yang simpang siur, ia memilih bicara lugas, dengan satu tujuan: meluruskan yang keliru.

Dalam forum penyuluhan kesehatan yang digelar Rabu (16/7/2025), dr. Intan menjawab keresahan warga yang selama ini dibentuk oleh informasi menyesatkan. Ia menjelaskan bahwa kusta memang penyakit menular, tetapi bukan jenis penyakit yang mudah berpindah antarindividu.

“Butuh waktu lama dan kontak erat yang berulang untuk bisa tertular. Ini bukan seperti flu atau TBC yang mudah menyebar lewat udara,” ujar dr. Intan di hadapan puluhan peserta penyuluhan.

Tak berhenti di situ, ia juga mematahkan sederet mitos yang masih dipercaya masyarakat, seperti anggapan bahwa kusta adalah kutukan, karma, atau akibat dari perilaku seksual tertentu. dr. Intan menekankan bahwa kusta adalah penyakit yang dapat disembuhkan jika ditangani sejak dini dengan pengobatan medis yang tepat.

Baca Juga:  Rancangan Awal RPJMD 2021-2026 Dibahas DPRD Bersama TAPD

Pernyataan ini datang di tengah sorotan terhadap ucapan Plt. Kepala Dinas Kesehatan Sampang yang sempat menghebohkan publik. Dalam sebuah pernyataan, ia menyebut Pulau Mandangin sebagai tempat “pembuangan penderita kusta”, yang memicu kritik keras dari aktivis kemanusiaan hingga masyarakat umum.

Meski tidak menyebut langsung, sikap dr. Intan seolah menjadi bantahan halus atas pernyataan tersebut. Baginya, tugas tenaga kesehatan bukan menambah ketakutan, melainkan menumbuhkan pemahaman.

“Kami di puskesmas justru ingin masyarakat terbuka dan peduli. Kusta bukan alasan untuk menjauh, tapi justru panggilan untuk merangkul dan membantu penyintas sembuh,” tambahnya.

Langkah dr. Intan menuai apresiasi dari berbagai kalangan. Di saat masih banyak wilayah yang terpaku pada cara lama memandang penyakit, Kamoning menjadi titik terang dengan pendekatan yang edukatif dan berempati.

Kini, perhatian pun tertuju pada bagaimana Dinas Kesehatan Sampang akan merespons kritik publik dan apakah narasi yang dibangun di atas stigma akan diganti dengan pendekatan berbasis fakta dan nilai kemanusiaan. (Hadi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *