FKUB Kab. Kediri Gelar Sosialisasi di Korcam Papar

KEDIRI, mediabrantas.id – Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kediri, melaksanakan sosialisasi dengan tema Kerukunan Beragama Dalam Bingkai Keragaman Masyarakat, Moderasi Beragama, dan Peraturan Pendirian Rumah Ibadah, Minggu, 04 Desember 2022.

Dalam kegiatan tersebut, menghadirkan narasumber di antaranya, Ketua FKUB Kabupaten Kediri, KH. Dafid Fuadi, S.Ag, yang memaparkan Peraturan Pendirian Rumah Ibadah, dan KH. Khoirul Basyar, MPd.I, menyampaikan Moderasi Beragama, serta Sekretaris Bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Kediri, Hj. Asmi Hanifah, S.Sos, menjabarkan terkait Kerukunan Umat Beragama Dalam Bingkai Masyarakat.

Hadir pula dalam Sosialisasi yang bertempat di Balai Desa Tanon, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ini, di antaranya Camat Papar, Andrea Rangga Primansya, S.STP., MM, Danramil Papar, Kapten Sutrisno, Kades Tanon, Kusnadi, dan perwakilan berbagai lintas agama, Islam, Kristen, Hindu Budha, serta berbagai tokoh agama di Korcam (Koordinator Kecamatan) Papar.

Ketua FKUB Kabupaten Kediri, KH. Dafid Fuadi, S.Ag, mengatakan, persoalan izin pendirian rumah ibadah sebagaimana diterangkan dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

“Dalam pasal 13, dijelaskan bahwa Pendirian ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasar kompisisi jumlah penduduk di wilayah kelurahan/desa. Pendirian itu dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum serta mematuhi peraturan perundang-undangan. Apabila keperluan nyata di wilayah kelurahan/desa tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kebupaten/kota atau provinsi,” katanya.

Baca Juga:  Kepala Kantor Kemenag Sebut Desa Sekaran Sebagai Miniatur Indonesia

Sedangkan Pasal 14, lanjut Gus Dafid, bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis bangunan gedung. Selain itu juga harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi, daftar nama atau KTP pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat, dukungan masyarakat setempat paling sedikit enam puluh orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota, dan rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
“Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat,” jelasnya.

Sementara itu, Pengurus FKUB Kabupaten Kediri, KH Khoirul Basyar, MPd.I menjelaskan, Moderasi Beragama atau Kerukunan Antara Umat Beragama di Indonesia itu sebenarnya sudah terjadi sejak nenek moyang Bangsa Indonesia. Kehidupan bermasyarakat yang saling gotong royong, kerja bhakti dan sebagainya itu merupakan contoh kongkrit dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan masyarakat Indonesia sampai sekarang.

“Itulah sebenarnya, nurani bangsa Indonesia yang saling menghormati, saling membantu dalam setiap bingkai kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara,” terangnya.

Namun di era globalisasi saat ini, lanjut Basyar, kondisi sejak era nenek moyang yang penuh toleran itu mengalami degradasi nilai di kalangan milenial. Pengaruh digitalisasi yang pesat saat ini mejadikan masyarakat, terutama anak muda, makin individualistis dan apatis terhadap moderasi beragama.

Menurutnya, pengaruh informasi global yang sering berbenturan dengan nilai tradisi leluhur makin mengikis keyakinan akan toleransi dan kebersamaan dalam kehidupan yang rukun, damai dalam koridor berbangsa dan bernegara. Sejarah itu mengilhami pola pikir masyarakat untuk lebih bisa menerima perbedaan, hak asasi manusia, untuk selalu berusaha berikhtiar demi kedamaian, rukun dan sentosa dalam membangun kebersamaan.

Baca Juga:  Ketua FKUB Minta Pendirian Rumah Ibadah Tidak Jadi Monumen Konflik

“Betapa bahayanya apabila setiap orang itu dalam bermasyarakat selalu mengedepankan egoisme, keyakinan yang menganggap dirinya paling benar, sementara orang lain yang tidak sefaham dengan dirinya adalah salah dan harus diperangi,” ulasnya.

Maka itu, tandas Basyar, pemikiran dan tindakan moderat, toleran, atau tasawuf, untuk saling menghormati, harus menjadi pedoman dalam berkehidupan di tengah masyarakat. Semua persoalan akan selesai, apabila agar masing-masing umat beragama memahami keyakinan agamanya masing-masing secara komprehensif menyeluruh agar tercipta kesadaran membina kerukunan umat di tengah masyarakat.

Karena Indonesia bukan negara teokrasi (beradasar agama) atau sekuler (memisahkan kekuasaan anatara agama dan negaranya), namun Indonesia merupakan negara berediologi Pancasila yang mengambil nilai-nilai agama dalam bernegara dan memfasilitasi kehidupan beragama.

Sedangkan Sekretaris Bakesbangpol Kabupaten Kediri, Hj Asmi Hanifah, menyampaikan, kerukunan umat beragama merupakan pilar utama menegakkan kedamaian keberagaman masyarakat dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia. Peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan, stake holder, tak akan berjalan dengan baik bila tak ada partisipasi masyarakat, khususnya kebersamaan, gotong royong, bersinergi dalam membina kerukunan umat beragama di tengah keberagaman masyarakat.

“Karena kerukunan umat adalah poin terpenting yang harus dilaksanakan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, dalam bingkai persatuan dan kesatuan Bangsa, NKRI,” ulas Hj Asmi Hanifah.

Baca Juga:  FKUB Ajak Perguruan Silat Ciptakan Kediri Berbudaya Damai

Menurut Asmi, pemerintah hanya bertugas memfasilitasi dan membimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menegakkan kebersamaan, sinergi antara umat beragama satu dengan yang lain, kerukunan antar intern umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah. Sedangkan yang melaksanakan kegiatan keagamaan tetap masyarakat itu sendiri.

Ditambahkan Asmi, pemerintah memberikan pelayanan dan bimbingan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya masing-masing dapat berlangsung dengan rukun, lancer dan tertib, sehingga tetep dalam koridor saling menghormati para pemeluk agama lainnya.

“Misalnya, dalam prosesi pelaksanaan Haji setiap tahun, mulai pendaftaran, perolehan kuota, pemberangkatan, pendampingan, layanan kesehatan, hingga kepulangannya, semua ditaur oleh pemerintah. Demikian pula ketika kegiatan Idul Fitri, Hari-hari Besar Umat Kristiani, Umat Hindu Budha dan Hari Besar Islam, pemerintah telah memberikan ruang dan waktu agar semua dapat berjalan sukses yang mengedepankan kerukunan antar umat beragama itu sendiri. Pemerintah juga menetapkan hari libur nasional dalam rangka pelayanan umat beragama untuk menjalankan ibadahnya masing-masing,” imbuhnya.

Oleh karenanya, lanjut Asmi, kebijakan pemerintah dalam pembangunan nasional adalah antara lain, meningkatkan kualitas pelayanan dan pemahaman agama dalam konsepsi kerukunan beragama di masyarakat yaitu kerukunan antar umat beragama, antar intern umat beragama dan antar umat beragama dengan pemerintah.

“Semua itu menuju kedamaian dan keamanan masyarakat dalam menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Indonesia,” tandas Asmi. (Zainal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *