TRENGGALEK, mediabrantas.id – Komisi IV DPRD Kabupaten Trenggalek menerima aspirasi sejumlah guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) angkatan 2023 yang mempertanyakan status penugasannya. Aspirasi tersebut disampaikan dalam acara dengar pendapat (hearing) di Ruang Banmus DPRD setempat, Selasa (27/5/2025).
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Trenggalek, Sukarodin, menjelaskan bahwa berdasarkan Surat Keputusan (SK) penempatan, para guru PPPK tersebut tidak lagi ditugaskan di SMP, melainkan harus mengajar di SD sesuai SK awal. Namun, mereka menginginkan tetap bertugas di SMP.
“Para guru PPPK ini merasa keberatan karena SK awal menempatkan mereka di SD, sementara mereka ingin tetap mengajar di SMP,” ujar Sukarodin.
Menurutnya, permohonan untuk tetap mengajar di SMP sebelumnya sudah diajukan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), namun ditolak. Pihak kementerian bersikeras agar penugasan mengacu pada SK awal.
Politisi PKB ini menilai pengembalian penugasan berdasarkan SK awal justru menimbulkan masalah baru. Misalnya, beberapa guru memiliki sertifikasi mata pelajaran (mapel) SMP, sehingga jika dipindah ke SD, jam mengajar mereka bisa berkurang. Padahal, jam mengajar menjadi salah satu syarat sertifikasi.
“Jika dipindahkan ke SD, jam mengajar mereka dikhawatirkan tidak mencukupi, sementara itu penting untuk proses sertifikasi,” jelas Sukarodin.
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) serta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Trenggalek tetap berpegang pada keputusan pusat terkait penugasan 23 guru PPPK tersebut. Meski demikian, DPRD berupaya mencari solusi terbaik agar tidak ada pihak yang dirugikan.
“Keputusan penugasan ini berasal dari pusat, tapi kami akan berusaha mencari jalan tengah,” tegas Sukarodin.
Ia menambahkan, jika para guru PPPK tetap mengajar di SMP tanpa perubahan kontrak, maka secara otomatis mereka harus kembali ke SD sesuai aturan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek telah berupaya mengajukan permohonan, namun ditolak pusat dengan alasan dianggap sebagai pemindahan jabatan.
“Pemkab sudah berusaha, tapi pusat menolak karena dianggap melanggar ketentuan,” pungkasnya.
Hingga saat ini, permasalahan ini masih dalam pembahasan untuk menemukan solusi yang adil bagi semua pihak terkait. (Hari)