Kearifan Indonesia Terancam Kalah, Apakah Regenerasi Pemuda Mati Karakternya?

Oleh : Alifiyah Puspita Al Gholaini

optimistv.co.id – Indonesia merupakan negara dengan kearifan lokal yang melimpah dan juga khas dengan ciri kedaerahannya. Acapkali disebut dengan budaya, sering diartikan bahwa budaya merupakan cara hidup masyarakat yang berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya meliputi segala hal yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan akal pikirannya. Pada tiap kelompok, budaya memiliki peran penting untuk melestarikan dan menghargai para pendahulu mereka. Suatu masyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnya budaya, karena untuk menjaga hal baik yang telah diturunkan oleh leluhur.

Globalisasi secara nyata telah menggeser nilai-nilai budaya lokal asli Indonesia. Nilai budaya asing yang berkembang begitu pesat di dalam kehidupan masyarakat sehingga berdampak luas pada keseimbangan lingkungan. Sebagian dari kehidupan masyarakat masih kokoh mempertahankan tradisi, berbeda dengan masyarakat yang mengalami pergeseran nilai-nilai. Realita pergeseran nilai-nilai budaya, mengakibatkan budaya lokal terlupakan. Menurut Daniah (2016) pada hakikatnya, budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan, ditafsirkan dan dilaksanakan seiring dengan proses perubahan sosial kemasyarakatan. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan manifestasi dan legitimasi masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sarana dalam membangun karakter warga negara. Budaya menjadi penting adanya sebagai pondasi dalam pembangunan karakter bangsa. Karakter bangsa dibangun bukan berdasarkan pada formula dan kondisi yang instan, melainkan dengan kebutuhan masyarakat dan memperhatikan aktivitas yang terbina secara turun-temurun.

Kegiatan taman belajar (foto diambil sewaktu kegiatan KKN di Desa Keboan Kecamatan Ngusikan, Jombang)

Menurut Syam (2009) seiring perkembangan zaman, eksistensi budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sampai saat ini belum optimal dalam upaya membangun karakter warga negara. Fenomena sosial yang muncul akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Fenomena kekerasan dalam menyelesaikan masalah, meningkatnya perilaku merusak diri seperti: narkoba, alkohol dan seks bebas, menurunnya perilaku sopan santun, menurunnya perilaku kejujuran, menurunnya rasa kebersamaan, dan menurunnya rasa gotong royong di antara anggota masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Saini dalam Syam (2009) mengungkapkan bahwa: perilaku keras, beringas, korupsi, keterpurukan ekonomi yang berkelanjutan adalah pertanda kekalahan budaya ini. Karakter bangsa dibentuk oleh kreativitas bangsa itu sendiri. Kreativitas akan berkaitan erat dengan kesejahteraan dan kekenyalan bangsa ketika menghadapi persoalan bangsa. Bangsa yang kreatiflah yang akan tahan dan kokoh berdiri di tengah-tengah bangsa lain. Perlunya rujukan budaya tradisi bernilai dinamis dan positif yang memang terdapat pada semua subkultur bangsa ini merupakan suatu hal yang penting.

Baca Juga:  Aturan Baru Selama PPKM Makan di Warteg hanya 20 Menit, Apa Alasannya?

Negara yang mampu menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dapat berkembang dengan baik dan mampu meminimalisir penyakit-penyakit sosial masyarakat. Di era globalisasi sekarang ini, seluruh aspek kehidupan yang serba terbuka tanpa terkendali dan kurangnya filterisasi serta kondisi masyarakat yang belum siap mengakibatkan masyarakat Indonesia terbawa arus kebebasan yang lebih berorientasi pada individualisme dan materialisme, serta mulai melupakan kegiatan-kegiatan gotong royong yang terdapat dalam budaya lokal. Gagasan pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal (local wisdom- based education) berpijak pada keyakinan bahwa setiap komunitas mempunyai strategi dan teknik tertentu yang dikembangkan untuk menjalankan kehidupan sesuai konteksnya. Menurut Wagiran dalam Daniah (2016), kearifan lokal merupakan modal pembentukan karakter luhur. Karakter luhur adalah watak bangsa yang senantiasa bertindak dengan penuh kesadaran, purba diri, dan pengendalian diri. Pijaran kearifan lokal selalu berpusar pada upaya menanggalkan hawa nafsu, meminimalisir keinginan, dan menyesuaikan dengan empan papan. Kearifan lokal adalah suatu wacana keagungan tata moral.

Regenerasi pemuda Indonesia menjadi senjata penting akan bertahannya kearifan lokal yang ada. Penenaman karakter yang tidak serta merta diajarkan sebagai formalitas belaka. Membangun jati diri bangsa melalui pendidikan berwawasan kearifan lokal (local genius) pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jati diri bangsa secara nasional. Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar. Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi penciptaan- penciptaan baru, misalnya dalam bahasa, seni, tata masyarakat, teknologi, dan sebagainya, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya. Menurut Stenberg dalam bukunya, kearifan perlu dikembangkan menjadi bagian integral kurikulum pendidikan pada semua jenis dan jenjangnya. Lembaga pendidikan modern telah menyingkirkan kearifan dari sekolah dan membatasi prioritasnya pada peningkatan kecerdasan peserta didik yang diukur pada kemampuan menghafal materi dan keterampilan mengerjakan tugas-tugas. Praktik pendidikan modern yang memberikan perhatian sangat sedikit untuk mempersiapkan peserta didik menjadi pemikir dan manusia yang arif. Secara akademis peserta didik memperoleh nilai tinggi, tetapi mereka gagal memperlakukan kehidupan dengan baik, sehingga sering melakukan tindakan tidak bijak (foolishness) yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

Baca Juga:  Berikan Penghargaan Kepada Sejumlah Netizen, Kapolres Trenggalek: Aktif Edukasi Bijak Bermedsos
Kegiatan taman belajar (foto diambil sewaktu kegiatan KKN di Desa Keboan Kecamatan Ngusikan, Jombang)

Menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren melalui pendidikan dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas bangsa dan sebagai filter dalam menyeleksi pengaruh budaya lain. Nilai-nilai kearifan lokal itu dapat difungsikan sebagai pembentukan karakter dan identitas bangsa. Pendidikan yang menaruh peduli terhadapnya akan bermuara pada munculnya sikap yang mandiri, penuh inisiatif, santun dan kreatif. Sejumlah peneliti mengemukakan bahwa kearifan memang tidak dapat ditransfer. Namun, melalui pemodelan dan ketersediaan lingkungan yang kondusif, kearifan dapat dikembangkan sebagai karakter peserta didik. Dalam Teaching for Wisdom Through History: Infusing Wise Thingking Skills in the School Curriculum, Sternberg, Jarvin dan Reznitskaya menyatakan bahwa sekolah dapat membantu mengembangkan kearifan.

Baca Juga:  Dilema Komunikasi Dimasa Pandemi

Konsepsi-konsepsi kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun melalui dongeng, legenda, petuah-petuah adat merupakan strategi transformasi nilai-nilai yang dipandang penting untuk dimiliki anak. Materi pembelajaran harus memiliki makna dan relevansi tinggi terhadap pemberdayaan hidup mereka secara nyata, berdasarkan realitas yang mereka hadapi. Kurikulum yang harus disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan hidup, minat, dan kondisi peserta didik, juga harus memperhatikan kendala-kendala sosiologis dan kultural yang mereka hadapi. Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkrit yang mereka hadapi. Pendidikan adalah gerakan kultural, maka untuk membentuk karakter peserta didik harus melalui pembentukan budaya sekolah yang berkarakter. Upaya pengembangan kearifan lokal sebagai basis pendidikan karakter tidak akan terselenggara dengan baik tanpa peran serta masyarakat secara optimal. Keikutsertaan berbagai unsur dalam masyarakat dalam mengambil prakarsa dan menjadi penyelenggara program pendidikan merupakan kontribusi yang sangat berharga, yang perlu mendapat perhatian dan apresiasi.

* Penulis adalah Mahasiswi Manajemen Pendidikan Islam, Institul Agama Islam Negeri Kediri

 

DAFTAR PUSTAKA

Agusintadewi, Ni Ketut. (2016). Memaknai Kembali Kearifan Lokal dalam Konteks Kekinian. Bali: Universitas Udayana.

Daniah. (2016). Kearifan Lokal (Local Wisdom) Sebagai Basis Pendidikan Karakter. UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.

Sternberg, Robert J, Wisdom and Giftedness. (2004). Beyond Knowledge Extra Cognitive Aspects of Developing High Ability. New Jersey: Lawrence-Erlbaum.

Sternberg, Robert J, Foolishness dalam Sternberg, Robert J, Jordan, Jennifer.Ed. (2005). A Handbook of Wisdom: Psychological Perspective. Cambridge: Cambridge University Press.

Syam, F. (2009). Renungan BJ. Habibie Membangun Peradaban Indonesia. Jakarta: Gema Insani, hal. 285-286

 

IDENTITAS PENULIS

Nama                          : Alifiyah Puspita Al Gholaini

Nomor Telepon         : 085607540400

Nomor WA                : 085797810683

Email                          : algholaini@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *