Pandangan Islam, Negara Terhadap Nikah Siri

oleh : TATAN MULYANA

optimistv.co.id – Ketika berusia beranjak dewasa kita sering mendengarkan istilah nikah siri terutama dikalangan pejabat dan selebritis. Banyaknya kasus nikah siri membuat masyarakat seringkali bertanya apakah yang dimaksud dengan nikah siri dan bagaimanakah hukumnya dalam Islam. Nikah siri sebenarnya bukan tradisi pada dasarnya Rasulullah SAW menyuruh kita untuk mengumumkan pernikahan kepada khalayak masyarakat luas agar mengetahuinya. Hal tersebut merupakan awal dari membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, mawadah, warahmah dan agar kewajiban seorang istri terhadap suami maupun sebaliknya dapat terpenuhi.

Kata “siri” secara bahasa berasal dari bahasa Ara, yang berarti “rahasia”. Menurut Imam Maliki, nikah siri adalah nikah yang atas dasar kemauan suami, para aksi pernikahan harus merahasiakan dari orang lain sekalipun kepada keluarganya. Tetapi Madzhab Maliki tidak memperbolehkan praktek nikah siri tersebut dan nikah siri dapat di batalkan dan pelakunya bisa dikenakan hukuman cambuk atau rajam jika kedua belah pihak sudah melakukan hubungan seksual dan diakui oleh empat saksi laiinya. Demikian juga Madzhab Syafi’I dan Hanafi tidak memperbolehkan pernikahan yang terjadi secara siri. Sedangkan menurut Madzhab Hambali nikah siri di bolehkan jika dilangsungkan menurut ketentuan Syari’at Islam meskipun dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali dan para saksi. Hanya saja hukumnya makruh. Menurut sejarah pada zaman Khulafaurrasyidin, Khalifaf umar bin Al-khattab pernah pelaku nikah siri dengan hukum had ataun dera.

Baca Juga:  Strategi Sukses Find Your Strength Bersama Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM

Nikah Siri Menurut Islam

Nikah siri atau yang diartikan sebagai pernikahan secara rahasia sebenarnya dilarang oleh Islam karena Islam melarang seorang wanita untuk menikah tanpa sepengetahuan walinya. Hal ini didasari pada hadist yang di sampaikan oleh Abu Musa ra.

”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”.

Berdasarkan hadits-hadits di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan yang bersifat batil. Pernikahan sirri termasuk perbuatan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, belum ada ketentuan syariat yang jelas tentang bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dan pelakunya boleh dihukum. Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.

Baca Juga:  Memperkuat Sinergi, Kelompok Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang Bentuk Perencanaan Lebih Matang Bersama De Kleine Cafe

Sedangkan apabila yang dimaksud dengan nikah siri adalah nikah yang tidak bersifat rahasia tetapi tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil hukumnya sah dalam islam. Hukum pernikahan sejenis ini sifatnya mubah dan pelaku tidak wajib dijatuhi hukuman ataupun sanksi. Pernikahan yang memenuhi rukun seperti adanya wali, dua orang saksi dan ijab kabuil dan memnuhi syarat- syarat akad nikahadalah sah secara agama islam dan bukan merupakan perbuatan maksiyat.

Menurut Hukum Negara

Nikah siri diatur dalam pasal negara diantaranya:

Pasal 143 Rancangan Undang-Undang

Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain menyinggung masalah kawin siri,ini RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.

Baca Juga:  Jangan Takut Divaksinasi

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nikah siri yang sekarang dikenal dalam masyarakat adalah nikah yang dilakukan dengan sah menurut agama namun tidak sah dihadapan hukum karena tidak ada bukti pencatatan pada lembaga pencatatan sipil. Sementara nikah siri tanpa adanya wali tidak sah baik dihadapan agama maupun di mata hukum. Maka dari itu ada akibat dari nikah siri diantaranya, tidak adanya ikatan hukum yang sah dan kuat antara suami dan istri sehingga jika terjadi penipuan dan kezaliman bisa merugikan secara materi maupun non- material. Wanita yang menikah secara siri tidak bisa menggugat cerai suaminya karena hak untuk melakukan talak ada pada suami. Tanpa pencatatan dalam hukum istri tidak bisa menuntut penceraian kecuali jika suami durhaka kepada istri. Anak yang nantinya di lahirkan dari proses nikah siri tidak bisa memiliki kejelasan dan tercatat pada sebuah pencatatan sipil hal ini bisa merugikann istri dan anak. Tidak bisa mendapatkan hak waris karena identitas istri dan anak tidak diketahui.

* Penulis adalah Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *