KEDIRI | optimistv.co.id – Polemik terkait mencuatnya kabar akan ada penarikan sertifikat fisik (analog) untuk digantikan dengan sertifikat elektronik, belakangan ini cukup menimbulkan keresahaan bagi warga masyarakat, khususnya para pemilik sertifikat.
Kepala Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kediri Andreas Rochyadi dikonfirmasi media Optimis di kantornya, Rabu, 10 Februari 2021, menyampaikan bahwa salah satu keuntungan dari sertifikat elektronik itu akan lebih aman bagi pemilik.
“Rencananya sertifikat elektronik pertama akan dilaksanakan pada 7 daerah yang sudah mapan dan lengkap fasilitas elektroniknya, setelah itu dilanjutkan 100 kota dan kabupaten. Sedangkan Kabupaten Kediri sendiri belum melaksanakan,” katanya.
Menurut Andreas Rochyadi, pemberlakukan tersebut berdasarkan pada Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik yang terbit awal Januari. Dalam belaid itu mengatur mulai pendaftaran sertifikat tanah, penerbitan, hingga pemeliharaan data.
Dalam aturan tersebut, pendaftaran tanah pertama kali diperuntukkan tanah yang belum terdaftar atau pengganti sertifikat tanah yang sudah terdaftar sebelumnya berupa analog akan diganti menjadi bentuk digital.
“Jadi saat masyarakat ingin menggati sertifikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak atau pemeliharaan data, maka sertifikat analognya akan ditarik,” katanya.
Andreas juga menyampaikan, latar belakang kenapa harus sertifikat elektronik, yakni efisiensi dan transparansi pendaftaran tanah perlu ditingkatkan, pengelolaan arsip dan warkah pertanahan akan lebih terjamin, intensitas layanan derivatif akan meningkat berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah tanah terdaftar melalui PTSL, Trend modernisasi dan tuntutan ekosistem ekonomi, sosial dan budaya menuju industry 4.0.
Selain itu juga meningkatnya bencana, sudah dijalankan di instansi pemerintahan dan beberapa swasta dalam modernisasi pelayanan, akan meningkatkan Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia, penurunan masyarakat yang datang ke kantor BPN, persepsi pengelolaan secara tradisional menuju elektronik dan perkembangan tehnologi memudahkan kehidupan manusia.
Sementara itu, Saiful Anwar, SH., MH, seorang praktisi hukum menyampaikan, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Tanah Elektronik dianggap kurang tepat. Pasalnya, aturan itu melanggar konsiderans yang lebih tinggi. Untuk itu BPN Kabupaten Kediri perlu mempertimbangan lebih lanjut.
Menurutnya, peraturan tersebut akan bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Pakai (HGP).
Masih menurut Saiful, BPN belum pernah melakukan pendaftaran tanah secara nasional atau masif kepada masyarakat, sesuai Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria serta PP Nomor 24/1997. Maka dari itu, BPN semestinya harus meregister seluruh tanah yang ada di seluruh Republik Indonesia, sebagai bukti kepemilikan.
Saiful mengaku kuatir adanya penerapan sertifikat elektronik tersebut akan berdampak sosial dari digitalisasi, karena tidak semua orang bisa mengerti terhadap kemajuan tehnologi.
“Mestinya sertifikat elektronik, warkah tanah dan lainnya hanya sebagai bentuk sistem pelengkap administrasi, sehingga memudahkan data base bagi BPN,” pungkasnya
Reporter : Sigit