JOMBANG, mediabrantas.id –Masyarakat harus sadar akan pentingnya peran Paru-paru bagi tubuh Manusia. Paru-paru, merupakan bagian penting dari sistem pernafasan, karena berfungsi untuk membawa oksigen dari udara dan memompanya melalui saluran serta kantung udara dalam tubuh.
Selain itu, Paru-paru juga bertugas mengambil Oksigen dari udara luar yang kemudian diserap masuk ke dalam aliran darah dan dibawa ke Jantung melalui pembuluh darah untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
Itulah mengapa Paru-paru harus diperhatikan dengan benar dan dirawat secara ekstra, agar terhindar dari penyakit sesak Nafas. Bertepatan dengan Hari Paru-Paru Sedunia (World Lung Day) yang diperingati setiap 25 September itu, Dokter Spesialis Paru RSUD Jombang akan mengulas tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Dokter Spesialis Paru RSUD Jombang, dr. Yuniasri Puspito Rini, Sp.P menjelaskan, bahwa PPOK adalah suatu penyakit Paru yang dapat dicegah dan diobati. Hal itu, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang persisten (menetap).
“Umumnya bersifat progresif, berhubungan dengan respons inflamasi kronik yang berlebihan pada saluran nafas dan Parenkim Paru akibat gas atau partikel berbahaya,” jelasnya.
Sedangkan untuk keterbatasan atau hambatan aliran udara, menurut Dr. Yuniasri disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran nafas kecil dan kerusakan parenkim berupa hilangnya elastisitas Rekoil Paru.
“Gas atau partikel berbahaya seperti asap rokok, polusi udara, asap obat nyamuk bakar, asap kayu bakar, asap biomass, dan lain-lain,” terangnya.
dr. Yuniasri mengungkapkan, PPOK menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut data WHO pada tahun 1990, PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002, menjadi urutan ke-5.
“Diprediksi, pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ke-3 setelah Cardiovascular dan Kanker,” ungkapnya.
Penderita PPOK di Indonesia, imbuh dr. Yuniasri, prevalensi (jumlah keseluruhan penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di sebuah wilayah) tahun 2006 sekitar 5,6 persen atau 4,8 juta orang. Angka ini meningkat dengan semakin banyaknya perokok. “Karena 90 persen penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok,” tandasnya.
Yuniasri membeberkan, prevalensi perokok 34,7 persen pada tahun 2010 di Indonesia tertinggi di rentang usia 25-64 tahun. Perokok yang berisiko menderita PPOK berkisar 15-20 persen. Hubungan perokok dengan PPOK adalah, hubungan dosis dan respons.
“Semakin banyak dan semakin lama, maka resiko akan semakin besar. Definisi perokok adalah orang yang pernah menghisap rokok 100 batang atau lebih semasa hidupnya,” bebernya.
Yuniasri menegaskan, ada beberapa hal yang berkaitan dengan resiko timbulnya PPOK. Diantaranya ialah asap rokok dari perokok aktif dan pasif dengan jenis rokok cigarette, kretek, cerutu, klobot, rokok putih (mild), rokok elektrik/VAPE.
Selain itu, polusi udara dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur (kayu, serbuk gergaji, batu bara, minyak tanah) juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
Bukan hanya itu, menurut dr. Yuniasri, Polusi luar ruangan, seperti asap kendaraan bermotor dan asap pabrik juga bisa menjadi penyebabnya. “Pajanan zat di tempat kerja seperti bahan kimia, zat iritan, gas beracun. Genetik (defisiensi alfa 1 antitripsin). Jenis Kelamin Laki-laki lebih banyak terkena,” tegasnya.
Selain itu, tumbuh kembang paru pada bayi lahir dengan BB rendah mempengaruhi nilai faal paru. “Terakhir Sosial ekonomi, dimana infeksi paru berulang (kolonisasi bakteri, infeksi virus dan bakteri berperan meninbulkan eksaserbasi),” lanjutnya.
Menurut dr. Yuniasri, PPOK bisa terjadi dikarenakan paparan asap dan zat berbahaya terus menerus dalam jangka panjang, yang menyebabkan keradangan di saluran nafas dan Par-paru yang berakibat kerusakan jaringan Paru-paru, sel-sel radang pada PPOK meningkat, saluran nafas melebar.
“Bertambahnya lendir karena jumlah sel goblet meningkat dan bertambah besarnya kelenjar, kerusakan alveolar, emfisematous (paru molor),” ujarnya.
Masih menurut dr. Yuniasri, diagnosis PPOK yaitu Sesak progresif, memberat dengan aktivitas, menetap sepanjang hari, napas berat, ngongsrong, dapat disertai bunyi mengi, Batuk kronik (hilang timbul atau kadang berdahak dan kadang tidak). Riwayat terpapar asap rokok maupun zat berbahaya.
“Faal paru (obstruktif), Foto thorax (hiperinflasi, hiperlusen, ICS melebar, emfisematous, diafragma mendatar),” jlentreh dr. Yuniasri.
Yuniasri menerangkan, ada beberapa penyakit yang menyerupai PPOK. Seperti Asma (onset kanak-kanak, reversible, gejala bervariasi, disertai alergi, riwayat keluarga+). Gagal jantung kongestif (suara napas ronchi, jantung membesar, faal paru restriktif) Bronkiektasis (sputum produkti dan purulent, suara napas ronchi kasar, Rontgen pelebaran dan penebalan bronkus).
“TB paru dengan onset segala usia, Rontgen fibroinfiltrat, kuman penyebab MTB, dan Bronkiolitis pada onset usia muda, bukan perokok,” terangnya.
Dokter perempuan alumni Universitas Airlangga ini, memberikan edukasi kepada masyarakat, untuk menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah perburukan fungsi paru. Salah satunya dengan mengurangi kecemasan penderita, memberikan semangat hidup, meningkatkan kualitas hidup penderita. “Berhenti merokok, baik aktif maupun pasif,” tandasnya.
Bagi masyarakat yang hendak memeriksakan diri ke RSUD Jombang, pelayanan rawat jalan mulai Senin sampai Jumat, untuk waktu pendaftaran : Senin – Kamis pukul 07.00 WIB – 12.30 WIB, sedangkan khusus Hari Jum’at, mulai pukul 07.00 WIB – 11.00 WIB.
Menurut dr. Yuniasri, jika mengidap penyakit Paru-paru, maka ada beberapa obat yang bisa dikonsumsi. Yaitu Bronkodilator (golongan antikolinergik, agonis beta 2, kombinasi keduanya, golongan xantin), Anti inflamasi (corticosteroid), Antibiotik (saat terjadi eksaserbasi), Antioksidan (asetyl systein), Mukolitik (ambroxol, erdostein), Antitusif (bila perlu).
“Untuk Rehabilitasi PPOK berupa latihan fisik dan latihan pernafasan, lalu Terapi Oksigen sampai ventilasi mekanis, dan Nutrisi dengan porsi kecil dengan pemberian lebih sering,” pungkasnya. (Budi Tanoto)