MADIUN, mediabrantas.id– Pada malam yang diterangi gemerlap lampu temaram dan desir angin dari pergunungan yang tenang, Desa Mendak, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun kembali menyulut semangat kebudayaan yang telah diwariskan lintas generasi.

Kamis malam, 28 Agustus 2025, adalah malam yang tak sekadar menyajikan hiburan, melainkan membentangkan lanskap spiritual, sosial, dan kultural dalam satu helaan napas panjang pagelaran wayang kulit, sebuah tradisi yang terus dirawat oleh warga dalam peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-80.
Wayang kulit yang ditampilkan dalam peristiwa budaya itu bukan sekadar pertunjukan, melainkan menjadi medium komunikasi antara masa lalu dan masa kini; sebuah simbol pertemuan antara nilai-nilai leluhur dengan dinamika zaman yang terus bergerak maju.
Di balik kelir yang tembus cahaya, tokoh-tokoh pewayangan menari dengan gemuruh kendang, lengking suling, dan derap gending Jawa yang mengalun meresap ke relung-relung kesadaran warga. Di tangan dalang Ki Cahyo Kuntadi, karawitan Madangkara dengan lakon “Mbangun Kahyangan Tejamaya” pagelaran ini menjadi ruang permenungan kolektif dan penguatan jati diri masyarakat desa Mendak.

Kepala Desa Mendak, Nur Cholifah, S.Pd., M. Pd. Mengatakan ini dalam rangka hari ulang tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-80, kami menggelar wayang kulit dalang Ki Cahyo Kuntadi dengan lakon Mbagun Kahyangan Tejamaya artinya memperbaiki menjadikan jelas yang paling penting utama lebih baik lagi didunia kayangan yang sedang berantakan intinya seperti itu.
“Untuk Desa Mendak tidak setiap tahun mengadakan wayangan tapi yang jelas tiap tahun panggung hiburan seni kreasi anak-anak yang ada di Desa Mendak, tapi lima tahun ingin menyelenggarakan wayang kulit, untuk HUT RI Ke-80 ini kami kangen mengundang wayang kulit dengan dalang Ki Cahyo Kundadi, wacana sudah satu tahun yang lalu, ” Kata Nur Cholifah, S.Pd., M. Pd. Kamis malam, 28 Agustus 2025.

Harapannya adalah, kata orang nomer satu di Desa Mendak, menyelenggarakan wayang kulit kami ikut melestarikan kebudayaan adat Jawa dimana dengan menyaksikan wayang kulit banyak sekali ilmu dari tokoh maupun cerita di wayangan tersebut.
“Sekaligus memperkenalkan juga arti dan pentingnya kebudayaan di era disaat ini sudah moderen jangan sampai terlupakan untuk kebudayaan turun temurun,” Jelas Nur Cholifah.
Lebih lanjut, Nur Cholifah menambahkan ini murni keinginan masyarakat sambil nguri-nguri budoyo yang mana mengadung pesan moral yang sangat baik, kebudayaan kita lestarikan.
“Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar, karena desa kami paling ujung dekat dengan langit mungkin bisa dikatakan begitu, ” Ungkapnya.

Masih menurut, Kepala Desa Mendak Nur Cholifah, Desa Mendak ada dua dusun antara lain dusun Mendak dan dusun Morosewo, dengan 637 jiwa pemilih, total 737 jiwa ada 6 RT.
“Luasan Desa Mendak 402 Hektar dengan 80 persen lahan Perhutani, dengan perbatasan Desa Segulung, Desa Tileng, Kabupaten Ponorogo Desa Ngebel, desa kami berlokasi timur selatan di Kecamatan Dagangan berada paling tinggi,” Jelasnya.

Tamu undangan Bupati,Wakil Bupati, Ketua DPRD,OPD, Camat Dagangan, Kepala Desa Se-Kecamatan Dagangan serta Masyarakat yang hadir tampak antusias menikmati setiap adegan yang ditampilkan. Gamelan tradisional yang mengiringi jalannya cerita semakin menambah suasana khidmat dan meriah. Selain hiburan, pagelaran ini juga menjadi sarana edukasi bagi generasi muda untuk mengenal dan mencintai budaya lokal.
Penonton, baik dari Desa Mendak maupun daerah sekitar, memadati area depan SDN Mendak.
Pagelaran Wayang Kulit ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana edukasi yang efektif untuk memperkenalkan budaya lokal kepada generasi muda, sekaligus melestarikannya agar tetap hidup di tengah modernisasi.(Sugeng Rudianto)