TRENGGALEK, mediabrantas.id – Praktik pungutan berkedok “sumbangan” kembali mencoreng dunia pendidikan. Dugaan itu mencuat di SMKN 1 Trenggalek, setelah beredar dokumen anggaran sekolah tahun ajaran 2025 yang mencantumkan secara jelas tabel berjudul “Sumbangan Wali Murid” dengan total nilai mencapai Rp 1,6 miliar lebih.
Bukti tersebut menunjukkan bahwa dana dihimpun melalui rincian kegiatan yang mencakup PHBN (Peringatan Hari Besar Nasional) dan PHBA (Peringatan Hari Besar Agama), ekstrakurikuler, biaya humas, kunjungan industri, persiapan lomba, hingga pembangunan sarana masjid dan relief.
Dari total anggaran itu, pos kunjungan industri menelan biaya terbesar, sekitar Rp 375 juta atau Rp 875 ribu per siswa.
Saat dikonfirmasi, Kepala SMKN 1 Trenggalek, Ibnu Subroto, tidak menampik keberadaan dokumen tersebut. Ia beralasan dana yang dihimpun sepenuhnya digunakan untuk kegiatan siswa dan pengembangan sekolah.
“Semua dana itu untuk kepentingan pembelajaran, kegiatan keagamaan, dan pembangunan sarana ibadah. Manfaatnya kembali ke siswa,” ujarnya singkat.
Sementara itu, menurut salah seorang wali muri yang enggan disebutkan namanya menilai pernyataan itu justru menimbulkan tanda tanya besar. Sebab, istilah “sumbangan” yang disertai nominal pasti dan pembagian rata ke setiap siswa tidak lagi memenuhi unsur sukarela, sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
“Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan, Komite Sekolah dapat menggalang dana dari masyarakat dalam bentuk sumbangan sukarela, bukan pungutan. Sementara Pasal 11 menegaskan, Sekolah dan Komite Sekolah dilarang menentukan besaran sumbangan maupun waktu pemberian secara memaksa,” katanya.
Artinya, lanjut dia, dengan adanya tabel rinci berisi nominal sumbangan yang ditetapkan per siswa, praktik tersebut berpotensi kuat melanggar aturan dan masuk kategori pungutan liar (pungli).
Beberapa wali murid juga mengaku tertekan dengan kewajiban membayar sumbangan tersebut.
“Kami tidak berani menolak, karena ini sudah dicantumkan dalam anggaran resmi sekolah. Kalau tidak bayar, takut anak kami diperlakukan berbeda,” ujar salah satu wali murid yang meminta namanya dirahasiakan.
Mereka juga meminta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur turun tangan, karena dugaan pungutan berkedok sumbangan di SMKN 1 Trenggalek dinilai mencederai semangat pendidikan gratis yang dijamin negara.
“Jika benar terbukti, praktik ini bisa dikategorikan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap regulasi pendidikan nasional,” ujarnya. (Yus)