Tindakan TNI / Polri Dalam Melindungi Warga Negara dan Menjaga NKRI Dalam Menumpas OPM / KKB Tidak Melanggar HAM

oleh : RISKA PUTRI AMALIA

mediabrantas.id – Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Provinsi Papua telah memicu diskusi yang intens dalam konteks hak asasi manusia (HAM). Konsep HAM, yang menjadi landasan universal yang diakui, diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa hak dasar individuharus dihormati dan dilindungi oleh negara.

Konflik di Papua telah berlangsung selama bertahun-tahun, dimulai sejak masa 1960-an ketika Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia. Hingga tahun 2024, konflik tersebut masih berlanjut dengan intensitas yang beragam.

Penyebab konflik Papua meliputi faktor sejarah, identitas etnis, serta ketidak puasan terhadap pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam oleh pemerintah pusat, yang telah menjadi penyebab kompleksitas dan kepanjangan konflik.
Menurut data Kontras, sejak tahun 1965 hingga 2021, terdapat 19.600 korban jiwa dalam konflik Papua.

Dalam konflik ini, kedua belah pihak, baik personel TNI/Polri maupun warga sipil, telah menjadi korban. Meskipun sulit untuk menentukan jumlah pasti korban, laporan-laporan menunjukkan bahwa ratusan anggota TNI/Polri dan warga sipil telah menjadi korban berbagai tindakan kekerasan. OPM/KKB dituduh melakukan tindakan kekerasan seperti pembunuhan, penculikan, dan serangan terhadap warga sipil dan aparat keamanan, yang semakin memperumit dinamika konflik.

Baca Juga:  Mas Pj. Ali Kuncoro Buka Kembali Giat CFD Benteng Pancasila, Perdana BenHitz Vaganza

Berbagai upaya preventif telah dilakukan oleh pemerintah, termasuk dialog dan pembangunan ekonomi, untuk mengurangi intensitas konflik di Papua. Namun, upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil dalam menyelesaikan konflik yang terus berlangsung.

Menghadapi situasi yang semakin tegang, solusi diusulkan adalah pendekatan represif yang dilakukan oleh TNI. Namun, dalam menerapkan pendekatan ini, perlu mempertimbangkan prinsip proporsionalitas dan keadilan.

Tindakan TNI dalam menindak OPM/KKB dianggap sebagai bagian dari pertahanan nasional dan penggunaan anggaran negara untuk keamanan. Untuk memastikan bahwa tindakan TNI tidak melanggar HAM, perlu langkah-langkah yang ketat.

Protokol dalam operasi militer harus dijalankan dengan cermat, dan setiap tindakan harus merespons secara tepat terhadap ancaman yang ada.

Penting juga untuk memastikan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi korban dalam proses penindakan terhadap OPM/KKB.

Baca Juga:  Dilema Pendidikan Daring di Masa Pandemi

Tentara Nasional Indonesia (TNI) memegang peran kunci dalam menjaga kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia dari segala bentuk ancaman serta gangguan keamanan. Kewajiban ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Pasal 7 undang-undang ini menetapkan bahwa TNI diberikan tanggung jawab untuk mengimplementasikan operasi militer, baik dalam konteks perang maupun dalam operasi militer non-perang, termasuk dalam menangani kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

Pelaksanaan tugas-tugas ini harus selalu menghormati hukum internasional dan domestik, khususnya dalam hal hak asasi manusia.

Di lain pihak, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berperan penting dalam memelihara keamanan di dalam negeri. Berbeda dengan TNI, fokus utama Polri terletak pada pemeliharaan keamanan masyarakat, pencegahan kejahatan, serta perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.

Peran ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana Pasal 13 secara rinci menjelaskan kewajiban-kewajiban tersebut, yang mencakup berbagai aspek kepolisian mulai dari hukum hingga tindakan preventif.

Baca Juga:  299 Perempuan di Kota Madiun Memilih Bercerai Faktor Ketidakharmonisan

Dalam mengatasi kelompok separatis seperti OPM/KKB, sinergi antara TNI dan Polri sangatlah vital. TNI bertanggung jawab atas operasi militer untuk mengamankan wilayah dari ancaman bersenjata yang bisa mengganggu kedaulatan negara, sementara Polri mengatur aspek hukum, penegakan hukum, serta keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah yang terdampak. Kerja sama ini dijalankan dengan mengikuti protokol ketat untuk menghindari pelanggaran hak asasi manusia dan untuk meminimalisir dampak negatif terhadap warga sipil.

Dengan demikian, berdasarkan penerapan protokol dan hukum yang berlaku, serta kebutuhan untuk melindungi kedaulatan negara dan keamanan warga, tindakan TNI dalam menindak OPM/KKB di Papua tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM. Namun, perlu tetap dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap setiap tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia tetap dihormati dalam setiap tahap proses.

* Penulis adalah Mahasiswi Hukum Aktif di UMM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *