TRENGGALEK, mediabrantas.id – Nelayan di Perairan Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, menggelar tradisi tahunan Larung Sembonyo pada Minggu 18/05/25 sebagai bentuk rasa syukur atas hasil laut yang melimpah sekaligus permohonan keselamatan.
Tradisi ini ditandai dengan pelarungan tumpeng raksasa setinggi tiga meter beserta aneka sesajen ke tengah laut, sebagai simbol penghormatan kepada alam dan harapan untuk hasil tangkapan yang lebih baik.
Kegiatan Larung Sembonyo telah dimulai sejak Jumat (16/05/2025) dan berlangsung selama tiga hari tiga malam. Puncak acara digelar Minggu pagi dengan kirab tumpeng dari depan Kantor Kecamatan Watulimo menuju Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi sejauh 2,5 kilometer.
“Acara tahun ini berlangsung tiga hari tiga malam, puncaknya hari ini dengan larung sembonyo, karnaval, dan malamnya ada pagelaran wayang kulit,” jelas Juli, panitia Larung Sembonyo 2025.
Setibanya di pelabuhan, tumpeng dan sesajen didoakan bersama oleh tokoh masyarakat dan nelayan, kemudian diarak ke dermaga dan dibawa ke tengah laut menggunakan kapal motor. Prosesi ini dikawal sekitar 20 kapal hias, sementara dua kapal utama menarik tumpeng sejauh dua mil dari garis pantai.
“Kapal yang mengarak dibatasi demi kondusifitas, meski banyak nelayan yang ingin ikut. Setiap kapal dipenuhi warga yang antusias menyaksikan,” tambah ketua panitia.
Sesajen yang dilarung tahun ini terdiri dari tumpeng raksasa, lima lodho (hidangan khas), dan satu kepala kambing. Seluruh biaya acara ditanggung oleh masyarakat nelayan dengan dukungan sponsor lokal.
Sunyoto, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Trenggalek, mengapresiasi kemandirian masyarakat dalam melestarikan tradisi ini.
“Larung Sembonyo adalah wujud syukur nelayan Prigi atas karunia Allah SWT sekaligus doa agar hasil tangkapan tahun ini lebih melimpah,” ujarnya.
Meski dukungan pemerintah tahun ini terbatas, semangat masyarakat tetap tinggi. “Kami berharap tradisi ini tak hanya lestari, tapi juga berkembang untuk mendukung ekonomi warga Watulimo,” imbuhnya.
Juli mengakui, cuaca menjadi tantangan dalam pelaksanaan tahun ini. “Sedikit hujan, padahal tahun-tahun sebelumnya cerah,” ujarnya
Tradisi Larung Sembonyo tetap berjalan lancar, menunjukkan kebersamaan dan kearifan lokal masyarakat pesisir Trenggalek dalam menjaga warisan budaya. (Hari)